laporan lengkap invetarisasi hutan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekarang ini
sudah diterima secara umum bahwa kesejahteraan manusia, di mana saja,
bergantung kepada cara bagaimana mereka memanfaatkan sumberdaya alam. Fakta
cukup banyak untuk menunjukkan bahwa penyalahgunaan tanah dan perusakkan
sembarangan terhadap penutup hutan produktif telah mengambil bagian dalam
kejauhan dan kepunahan suatu peradaban secara keseluruhan. Di antara apa
yang disebut sumberdaya alam yang dapat diperbarui termasuk juga tanah, air,
satwa liar dan perikanan, hutan menempati posisi yang unik, karena selain hutan
tersebut merupakan penghasil tumbuh-tumbuhan yang hidup yang menyediakan bahan
mentah dan bahan bakar yang esensial untuk kesejahteraan manusia, juga mampu
memberi perlindungan kepada jenis sumberdaya lain, tetapi hutan itu juga dapat
rusak dan hancur oleh pemanfaatan yang tidak bijak dan oleh musuh-musuh alami.
Jumlah
penduduk yang semakin bertambah dan begitu juga tuntutan akan standar hidup
yang lebih baik merupakan faktor yang menyebabkan meningkatnya permintaan pada
hasil-hasil hutan dan industri kehutanan, termasuk kertas, kayu bangunan, kayu
bakar, dan banyak yang lainnya yang dicerminkan di dalam pengurasan hutan yang
lebih berat. Perlindungan atas sumberdaya hutan menjadi semakin penting dan
ini mungkin dapat digalakkan melalui perlindungan dan perhatian kepada
hutan-hutan yang melingkupi gunung, mempengaruhi tata air dan memperbaiki
lingkungan. Semua faktor ini meningkatkan keharusan pengelolaan hutan
yang lebih baik, dan pengelolaan hutan yang baik tidak mungkin dicapai tanpa
adanya Inventarisai Hutan.
Inventarisasi
hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di dalam artian ini
inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas
pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.
Perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan harus berisi pula evaluasi terhadap
karakteristik-karakteristik pohon mampu terhadap lahan tempat pohon-pohon itu
tumbuh (Husch, B., 1987).
Suatu
inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi
deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran volume (parameter lain
seperti berat) pohon-pohon yang masih berdiri, dan penaksiran tambah-tumbuh dan
pengeluaran hasil. Dalam inventarisasi tertentu, dapat diberikan tekanan
atau pembatasan pada satu atau beberapa masalah tersebut, bergantung pada asas
tujuan. Tetapi untuk suatu penilaian yang menyeluruh terhadap suatu areal
hutan dan terutama bermaksud untuk mengelolanya berdasar asas hasil lestari,
semua elemen itu harus dikuasai.
Selain
elemen-elemen tersebut Simon H (2007) dalam bukunya Metode Inventore Hutan
menyebutkan bahwa secara garis besar elemen-elemen dalam inventarisasi hutan
dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Keadaan
hutannya sendiri meliputi luas areal, jenis dan komposisi, persebaran diameter
pohon, keadaan pertumbuhan, kerapatan atau kepadatan bidang dasar, sistem
permudaan, kualitas tegakan dan keadaan tumbuhan bawah.
2. Keadaan
lahan hutan yang perlu dicatat dalam inventore hutan
misalnya topografi, jenis dan sifat-sifat tanah,
keadaan berbatu, air tanah dan sebagainya.
3. Keterangan
lain meliputi elemen-elemen di luar hutan dan kawasan hutan yang ikut
menentukan atau mempengaruhi nilai dan kualitas hutan juga perlu dicatat dalam
inventore hutan seperti iklim, aksesabilitas, industri dan perdagangan, tata
guna lahan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat.
B.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari
praktikum Inventarisasi Hutan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sekaligus
memahami cara mengukur atau menaksir potensi dari suatu tegakan hutan dalam hal
pengukuran parameter pohon dengan menggunakan metode Line Plot Systematic
Sampling.
Kegunaan
yang diharapkan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat menambah wawasan
sekaligus memahami tata cara pembuatan petak ukur, penentuan arah jalur,
penentuan jarak antar jalur dan pengukuran parameter pohon dalam hal
pengelolaan sumber daya hutan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Inventarisasi Hutan
Secara umum
inventarisasi hutan didefenisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data
dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan
sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan masyarakat secara lestari dan
serbaguna (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Inventarisasi
hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan
serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Inventarisasi hutan
merupakan suatu teknik mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan informasi
yang terspesifikasi dari suatu areal hutan karena secara umum hutan
merupakan areal yang luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan
sampling (De Vries, 1986).
B.
Pengertian Sampling dan Sistematik Sampling
Menurut
Direktorat Bina Program Kehutanan (1982) dalam Purwaningrum (2002) mengkaji
bahwa sampling merupakan tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode
pengukurannya hanya dilakukan pada sebagian elemen dari populasi, tidak
semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan
karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil
dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi
yang sedang dipelajari.
Sampling
sistematik adalah satu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola
yang bersifat sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih
dahulu. Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung pada tujuan
inventore, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi (Simon H, 2007).
Menurut
Sutarahardja (1997) bahwa metode sampling jalur sistematik merupakan
suatu metode yang ditentukan berdasarkan luas tertentu dari unit
contohnya, yakni berdasarkan dengan unit contoh berbentuk jalur yang
terdistribusi secara sistematik. Sistematik di sini diartikan bahwa jalur
tersebar merata dengan lebar jalur dan jarak antar jalur yang selalu
tetap dari satu jalur ke jalur lainnya.
Line
plot systematic sampling merupakan perkembangan dari continuous strip
sampling. Latar belakang penggunaan line plot sampling adalah untuk
menghemat waktu dan biaya pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi diharapkan
tidak mengurangi kecermatan sampling yang diperoleh. Dalam rancangan sampling
jalur sistematik pemilihan jalur pertama secara acak (random start) dan
selanjutnya jalur di tempatkan secara sistematik. Adanya pengambilan
contoh secara sistematik dengan awal acak ini sangatlah tepat karena untuk
memperkecil kekurangan sistematik sampling, maka jalan keluarnya adalah
dengan mengkombinasikan metode sistematik sampling dengan metode random
sampling (Eddy, 2001).
C.
Pengertian Populasi dan Sampel
Dalam
statistik populasi merupakan kumpulan individu yang jumlahnya dapat terbatas
(finite) atau tak terhingga (infinite), misalnya populasi hutan terdiri atas
pepohonan, semak belukar, dan satwa yang hidup di atas lahan tertentu. Populasi
ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif
maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek
yang lengkap dan jelas. Populasi terdiri atas populasi terbatas dan tak
terbatas. Populasi dapat bersifat homogeny dan heterogen.
Teken
(1974) dan Soediono (1976) mengatakan bahwa populasi merupakan kumpulan dari
individu-individu yang sifatnya akan diukur atau ditaksir dalam suatu
penelitian. Menurut Cochran (1963), populasi digunakan untuk menyatakan
kumpulan dari mana contoh diambil, sedangkan Husch (1971) mengatakan populasi
merupakan kumpulan keseluruhan anggota dan individu yang akan diteliti atau
dipelajari.
Ditinjau
dari banyak anggotanya, populasi dapat dibedakan atas populasi tak terhingga
dan populasi terhingga (Nasution, 1970; Husch, 1971; Sudjana, 1974). Sampel
merupakan bagian populasi yang secara statistik dianggap refresentatif untuk
mewakili karakteristik atau menggambarkan parameter populasi tersebut (Simon
H., 1996). Schumacher (1942), Cochran (1963) dan Soediono (1976) mengatakan
bahwa contoh adalah wakil atau sebagian individu dalam populasi.
Besarnya
anggota sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti
praktis, ketepatan, nonresponden dan analisi data. Teknik untuk
menghitung besarnya anggota sampel secara umum dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu cara proporsi dan ketelitian estimasi (Usman, H., 2008). Menurut
Nasoetion (1970), contoh adalah bagian dari populasi yang digunakan guna
pengamatan atau penyelidikan. Contoh ini merupakan suatu irisan sifat
populasi, haruslah keseluruhan anggota contoh yang terpilih mencerminkan
keadaan populasi sewajarnya.
Pengambilan
contoh menurut Teken (1965), dilakukan atas pertimbangan biaya waktu dan tenaga
yang tersedia dalam suatu penelitian. Menurut Mubyarto (1976),
pengambilan contoh dilakukan atas pertimbangan sumberdaya yang terbatas,
keterbatasan data dan pengujian yang sifatnya merusak (Usman, H., 2008).
D.
Profil
Hutan Pendidikan Bengo-Bengo
Bengo-bengo adalah sebuah kawasan hutan alami yang
menjadi salah satu objek wisata petualangan di Sulawesi Selatan. Berjarak 40 km
dari kota Makassar dan lokasinya yang sangat dekat dari jalan poros Maros –
Camba sehingga mudah dijangkau. Berada ditempat yang strategis membuat hutan
Bengo-bengo menjadi destinasi yang populer.
Daya tarik keindahan alam dan
beragam satwa langkanya yang selama ini diperuntukkan untuk internal akademik,
kini sudah mampu memikat kalangan para pelancong dari dalam maupun luar negeri
untuk datang mengeksplorasinya. Hutan Bengo-bengo adalah hutan pendidikan yang
dikelola Universitas Hasanuddin sejak tahun 1980 dengan luas areal 1300 ha.
Kawasan Hutannya rimbun dengan berbagai jenis pepohonan yang di dominasi pohon
pinus tinggi menjulang dengan hawa sejuk khas pegunungan. Hutan Bengo-bengo
menyimpan potensi alam yang luar biasa pesonanya hingga membuat para penggemar
wisata yang mengunjunginya akan dibuat takjub dan terkagum-kagum. Pemandangan
hutan pinusnya eksotik, tertata rapi menampilkan murninya keasrian romantis
hutan tropis. Kontur alamnya berbukit-bukit landai dan hampir seluruh
permukaannya ditutupi rumput tebal. Terdapat pula satwa-satwa liar yang
berkembang biak dengan baik antara lain jenis monyet langka, Macaca maura dan Tarsius,
monyet terkecil didunia. Pada sisi dalam wilayah hutannya, akan banyak dijumpai
interior alami yang menakjubkan.
Terdapat tiga sumber air jeram yang
mengalir deras membelah hutan antara lain Air Terjun tiga susun, Air Terjun
Palanro dan Telaga bidadari. Untuk menikmati keragaman potensi hutan Bengo,
butuh waktu setidaknya 4-5 hari untuk menjelajahi batas-batas hutannya (Anonim,
2013).
1.
Dasar Hukum Penetapan Hutan Pendidikan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pengukuran yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan, luas Hutan Pendidikan Unhas
Bengo-Bengo adalah ± 1300 ha dengan pembagian wilayah kedalam tiga blok yaitu
blok I 397 ha, Blok II seluas 457 ha, dan Blok III seluas 466 ha. Antara blok
yang satu dengan blok yang lain dibatasi oleh jalan setapak yang kelak akan
direncanakan menjadi jalan induk dan batas alam. Status hukum hutan pendidikan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 86/Menhut–II/2005 tentang
perubahan keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor 063/Kpts/BS/1/1980
tanggal 31 maret 1980 tentang Penunjukan Areal Hutan di Sekitar Sungai Camba
Seluas 1.300 ha sebagai Hutan Pendidikan, menjadi penunjukan kawasan hutan
lindung dan kawasan hutan produksi tetap seluas 1.300 ha di Kabupaten Maros,
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk
menjadi hutan pendidikan Universitas Hasanuddin, ditetapkan di Jakarta,tanggal
4 Maret 2005.
2.
Luas Dan Letak Hutan Pendidikan Bengo-Bengo
Hutan pendidikan
Bengo-Bengo termasuk dalam kawasan hutan Bulusaraung yang berada di Desa
Limapoccoe, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros atau tepatnya 65 km dari kota
Makassar. Ditinjau dari segi geografisnya, Hutan Pendidikan Bengo-Bengo berada
pada altitude 119 43 30o – 119 46 54o BT dan 4 49 5 2o LS.
Hutan Pendidikan Bengo-Bengo
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
a.
Sebelah utara berbatasan dengan Desa
Timpuseng
b.
Sebelah timur berbatasan dengan Desa
Laiya
c.
Sebelah selatan berbatasan dengan
Desa Kappang
d.
Sebelah barat berbatasan dengan Desa
Balocci (Anonim,
2013).
BAB III
METODE
PRAKTEK
A. Waktu dan
tempat
Praktek lapangan Inventarisasi Hutan di
laksanakan pada hari Rabu tanggal 07 s/d Kamis 08 Desember 2016. Praktek
lapangan Inventarisasi Hutan bertempat di Hutan pendidikan Bengo-bengo, Desa
Limapoccoe, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
B. Alat dan
Bahan
Adapun alat dan bahan yang dunakan pada
praktek kali ini adalah sebagi berikut:
a. Tali rafia
b. Tali sheet
c. Abney level
d. Pita meter
e. Meteran
f. Kompas
g. GPS
C. Cara kerja
Adapun
cara kerja yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Buat
plot 20m x 20 m dengan menggunakan tali rafiah dengan meteran.
2. Identifikasi
pohon yang terdapat dalam plot tersebut.
3. Ukur
keliling pohon pada ketinggian 1,5 meter dari pangkal pohon atau setinggi. dada
dengan mengunakan pita meter untuk mendapatkan nilai diameter.
4. Ukur
jarak pengamat dan ketinggian pengukur.
5. Ukur
tinggi bebas cabang menggunakan alat yang telah dibuat sebelumnya.
6. Catat
data keliling pohon, derajat tinggi total, derajat TBC dan tinggi pengamat yang
telah di buat sebelumnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil perhitungan parameter
pohon hutan pendidikan bengo-bengo sebagai berikut:
1. Nilai volume pada setiap pohon dalam tiga
tabel di bawah ini:
Tabel
1. Data hasil perhitungan parameter pohon pada plot 1.
Plot 1
No.
|
Jenis
Pohon
|
Keliling
(cm)
|
Diameter
(m)
|
TBC
(m)
|
T. Tot
(m)
|
Volume
(pohon)
|
||
1
|
Pinus
|
79
|
0,25
|
5,61
|
14,60
|
0,57
|
||
2
|
Pinus
|
103
|
0,32
|
7,59
|
15,09
|
0,97
|
||
3
|
Pinus
|
234
|
0,74
|
3,81
|
8,09
|
2,78
|
||
4
|
Pulai
|
266
|
0,84
|
2,83
|
6,36
|
2,81
|
||
5
|
Pulai
|
252
|
0,80
|
11,95
|
15,09
|
6,06
|
||
6
|
Pulai
|
101
|
0,32
|
12,34
|
18,91
|
1,17
|
||
7
|
Pinus
|
75
|
0,23
|
16,45
|
20,19
|
0,67
|
||
8
|
Pinus
|
65
|
0,20
|
14,56
|
18,75
|
0,47
|
||
9
|
Pulai
|
128
|
0,40
|
1,56
|
4,62
|
0,46
|
||
10
|
Pinus
|
218
|
0,69
|
6,56
|
10,57
|
3,16
|
||
∑
|
Total
volume pada plot pertama
|
19,12
|
||||||
Tabel 2.
Data hasil perhitungan parameter pohon pada plot 2.
Plot 2
No
|
Jenis
Pohon
|
Keliling
(cm)
|
Diameter
|
TBC
(m)
|
T.Tot
(m)
|
Volume
(pohon)
|
|||
1
|
Pinus
|
99
|
0,31
|
11,56
|
24,93
|
1,50
|
|||
2
|
Pinus
|
205
|
0,65
|
-
|
2,02
|
0,53
|
|||
3
|
Pinus
|
89
|
0,27
|
49,45
|
54,05
|
2,47
|
|||
4
|
Pinus
|
95
|
0,30
|
10,65
|
18,89
|
1,06
|
|||
5
|
Nangka
|
65
|
0,20
|
7,67
|
10,84
|
0,27
|
|||
6
|
Nangka
|
215
|
0,68
|
18,98
|
24,78
|
7,19
|
|||
7
|
Nangka
|
232
|
0,37
|
1,56
|
4,19
|
0,36
|
|||
8
|
Pulai
|
97
|
0,30
|
8,76
|
12,64
|
0,71
|
|||
9
|
Pulai
|
173
|
0,55
|
20,56
|
28,81
|
5,47
|
|||
10
|
Pulai
|
145
|
0,46
|
4,23
|
7,64
|
1,01
|
|||
∑
|
Total
volume pada plot kedua
|
20,57
|
|||||||
Tabel 3.
Data hasil perhitungan parameter pohon pada plot 3.
Plot 3
No
|
Jenis
Pohon
|
Keliling
(cm)
|
Diameter
|
TBC
(m)
|
T.Tot
(m)
|
Volume
(pohon)
|
1
|
Pulai
|
88
|
0,28
|
17,86
|
21,83
|
1,07
|
2
|
Pulai
|
230
|
0,73
|
8,25
|
11,42
|
0,98
|
3
|
Nangka
|
187
|
0,59
|
-
|
3,17
|
1,66
|
4
|
Nangka
|
230
|
0,73
|
7,15
|
13,20
|
4,41
|
5
|
Nangka
|
164
|
0,52
|
8,56
|
14,52
|
2,46
|
6
|
Pulai
|
92
|
0,29
|
40,78
|
57,05
|
3,01
|
7
|
Nangka
|
181
|
0,57
|
56,82
|
66,19
|
13,50
|
8
|
Pinus
|
171
|
0,54
|
10,76
|
16,31
|
2,98
|
9
|
Pinus
|
227
|
0,72
|
5,62
|
8,09
|
2,63
|
10
|
Pinus
|
139
|
0,44
|
42,15
|
66,19
|
8,04
|
∑
|
Total
volume pada plot ketiga
|
40,74
|
2. Nialai
rata-rata volume pada setiap plot sebagai berikut:
a. Nilai rata-rata
pada plot 1
b. Nilai rata-rata
pada plot 2
c. Nilai
rata-rata pada plot 3
3. Nilai rata-rata volume ketiga plot sebagai
berikut:
B. Pembahasan
Hutan
merupakan salah satu sumberdaya alam bagi bangsa Indonesia yang dapat menunjang
kehidupan bangsa. Selain itu, hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, memiliki sifat yang unik sebab mempunyai sifat ganda, antara lain
sebagai sumber produksi dan berfungsi sebagai pelindung selama hutan terjamin
keadaannya dari pemanfaatan yang tidak berencana dan dari bencana alam.
Agar pemanfaatan hasil hutan sebagai sumberdaya alam dapat dirasakan secara
baik, maka diperlukan suatu manageman yang baik terhadap hutan dan dan hasil
hutan tersebut. Hal ini dapat dilaksanakan berdasarkan perencanaan dan
data hasil inventarisasi yang baik dengan ketelitian yang dipakai dalam metode
inventarisasu hutan tersebut.
Adapun nilai volume pada plot pertama
mencapai (19,12) dengan nilai rata-rata 1,912 sedangkan di plot kedua mencapai
(20,57) dengan nialai rata-rata 2,057 dan untuk di plot ketiga mencapai (40,
74) dengan nilai rata-rata 4,074. Jadi nilai volume pada ketiga plot tersebut
mencapai (8,043) dengan nilai rata-rata 2,681. Dari hasil praktikum inventarisasi hutan di Hutan Pendidikan Bengo-Bengo
yang telah dilaksanakan diperoleh hasil pengukuran volume rata-rata pohon
dengan pengambilan sampel sebanyak 30 pohon pada petak ukur (plot).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil praktek ini dapat kami simpulkan bahwa nilai volume pada pohon
yang kami data sebagai berikut:
1. Plot pertama
mencapai (19,12) dengan nilai rata-rata 1,912
2. Plot kedua
mencapai (20,57) dengan nialai rata-rata 2,057
3. Plot ketiga
mencapai (40, 74) dengan nilai rata-rata 4,074.
Jadi nilai volume pada ketiga plot
tersebut mencapai (8,043) dengan nilai rata-rata 2,681.
B. Saran
1. Untuk
kelancaran praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas seperti alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum lebih dilengkapi agar hasil yang diperoleh dalam
pengambilan data lebih maksimal dan kesalahan dalam pengambilan data juga dapat
berkurang.
2. Sebaiknya disediakan
penuntun praktikum bagi praktikkan agar praktikum dapat berjalan dengan
maksimal.
3. Sebaiknya di
beri petunjuk ataupun format dalam pembuatan laporannya agar mudah dan cepat
dalam penyusunannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Profil Hutan Pendidikan dan letak Hutan
Pendidikan http://unhas.ac.id/fahutan/file///D=%36/hutan pendidikan
Bengo-bengo, diakses pada tanggal 10
januari
Anonim, 2012. Penatapan
hutan pendidikan bengo ditetapkan
oleh Derjen No .
86 / menhut 11/ Dirjen kehutanan. pada tanggal 13 Maret
1980
Kadri Wartono Ir., DKK. 1992. Buku Ajar Inventarisasi
Hutan. Universitas Tanjungpura.
www.dephut.go.id Diakses
tanggal 1 Mei 2015
Madyana Th.
1989. Macam-macam Bentuk Petak Ukur.Penerbit Djambatan, Jakarta.
Simon H.
2007, Metode Inventore Hutan. Pustaka Pelayar, Yogyakarta
Usman, H., 2008. Metode Sampling Inventarisasi Hutan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar